Langsung ke konten utama

Ketergantungan Menggunakan Handphone



Hari ini saya mendapatkan kejadian yang berbeda saat saya menaiki lift di pagi hari. Apakah yang membedakannya? Saya melihat bahwa orang-orang yang menaiki lift hari ini (sekitar 5-7 orang) tidak ada yang memegang handphone. Dan ini adalah luar biasa sekali! Karena kejadian ini adalah sangat jarang terjadi selama saya bekerja di kantor ini.

Sebelumnya, sering saya perhatikan saat naik/turun lift, hampir semua penumpang lift tersebut memegang handphone, ada yang hanya dipegang saja, kebanyakan melihat ke handphonenya, mungkin ada yang sedang ber-whatsapp atau melihat social media.

Saat saya cek di google, ternyata ada penyakit yang dinamakan nomophobia.
Nomofobia (bahasa Inggris: Nomophobia, no-mobile-phone phobia) adalah suatu sindrom ketakutan jika tidak mempunyai telepon genggam (atau akses ke telepon genggam).Istilah ini pertama kali muncul dalam suatu penelitian tahun 2008 di Britania Raya oleh YouGov yang meneliti tentang kegelisahan yang dialami di antara 2.163 pengguna telepon genggam (sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Nomophobia).

Saya pernah di kondisi tersebut, ketergantungan terhadap handphone serta social media, saat ini, saya sudah sangat mengurangi aktivitas melihat/memegang handphone saya, yang saya lakukan adalah: 
-        Merubah pemikiran saya bahwa terlalu sering memegang/memperhatikan handphone saya itu sebagai aktivitas yang sangat tidak produktif.
-        Menonaktifkan fasilitas email kantor di handphone saya untuk menghindari perasaan memeriksa email saat istirahat.
-        Membatasi melihat social media karena menurut saya setiap orang sudah mempunyai aktivitas masing-masing dan saya tidak perlu tahu.
-        Menentukan waktu-waktu khusus untuk melihat social media serta whatsapp.

Menurut saya, sejauh ini, saya sudah cukup banyak mengurangi waktu memegang handphone untuk hal-hal nonproduktif dan saya cukup senang dengan hal ini.

Saat ini, saya jadi bisa lebih banyak memikirkan hal-hal sederhana yang mungkin adalah pemikiran umum sebelum adanya handphone seperti:
-        Memperhatikan pohon-pohon di pinggir trotoar, mana saja yang terawat dan tidak terawat.
-        Memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang; ada yang terburu-buru, santai, hampir menabrak tembok karena sibuk dengan handphone-nya dan segala hal lainnya.
-        Memperhatikan apa saja yang pedagang sedang jual, apakah ada pedagang baru di area tersebut dan lainnya.
-        Atau, saya bisa memperhatikan, mana saja bangunan/kantor yang tidak terawat dan terawat.

Dan saya merasa ketergantungan terhadap handphone saya menjadi sangat jauh berkurang. Saya masih tetap melakukan selfie, memeriksa aplikasi lari/jalan saya karena ada target harian yang saya kejar terkait dengan kesehatan. Saya juga masih meng upload foto-foto saya, baik sendiri atau dengan pasangan atau dengan keluarga saya, diwaktu-waktu tertentu.
Dan saya merasa baik-baik saja untuk hal-hal itu. Tidak merasa bahwa saya ketinggalan berita untuk hal-hal yang memang saya kurang minat seperti: kehidupan celebrity, pemilu dan sengketanya dan lainnya.

Sekian, salam, semoga bermanfaat

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aturan Utama Kehidupan Bahagia: Harapan Rendah dan Bersikap Stoik

Aturan utama kehidupan bahagia adalah harapan rendah. Jika Anda punya harapan tidak realistis, Anda akan merana sepanjang hidup. Anda sebaiknya punya harapan yang masuk akal Dan menerima hasil-hasil dalam hidup, baik Dan buruk, sebagaimana adanya dengan bersikap stoik. Charlie Munger, 98 tahun.    Kehidupan bahagia sering kali dianggap sebagai tujuan utama setiap individu dan secara umum, kita merasa bahagia jika mengalami hal-hal berikut:  1. Kebebasan Financial. 2. Kesehatan. 3. Hubungan yang sehat. 4. Keseimbangan hidup. 5. Ketenangan batin. Kebahagiaan tersebut bisa dicapai jika:  - Kita memiliki harapan yang masuk akal dan menerima segala hasil dalam hidup, baik itu baik maupun buruk, kita dapat menjalani hidup dengan lebih tenang dan bahagia.  - Sebaiknya, harapan yang tidak realistis hanya akan membawa penderitaan sepanjang hidup. T Tentunya untuk mencapai kebahagiaan tersebut wajib untuk diusahakan , sebagai contoh adalah: 1. Kebebasan Finansial: membu...

2 Cara Meningkatkan Manajemen Waktu untuk Mengembangkan Diri

Merasa sudah pakai to-do list, pasang reminder, tapi tetap aja hari terasa sibuk tanpa hasil? Mungkin yang kamu butuhkan bukan teknik baru—tapi kesadaran diri dan refleksi. Manajemen waktu sering diasosiasikan dengan alat bantu seperti to-do list, aplikasi produktivitas, atau teknik seperti Pomodoro. Namun, satu aspek yang sering diabaikan—padahal sangat fundamental—adalah self-awareness (kesadaran diri) dan refleksi diri. Tanpa dua hal ini, strategi dan alat terbaik sekalipun akan sulit memberikan hasil optimal.   Mengelola waktu bukan sekadar soal mengisi agenda, tapi tentang mengenal diri sendiri: apa yang penting bagimu, kapan kamu paling produktif, serta apa saja kebiasaan yang justru menyabotase waktumu.   1)       Mengenal Diri untuk Mengelola Waktu (Self-awareness). Self-awareness adalah kemampuan untuk memahami pola pikir, emosi, dan kebiasaan diri sendiri. Dalam konteks manajemen waktu, ini berarti kamu sadar: Kapan kamu palin...

Mengenal Filosofi 5S: Fondasi Efisiensi dan Produktivitas ala Jepang

Di bulan April 2025 kemarin, saya baru mendapatkan kesempatan mengunjungi Jepang di tiga kota: Tokyo, Osaka dan Kyoto. Hal yang sangat menarik perhatikan saya utamanya adalah kota-kota tersebut luar biasa bersih. Lalu, saya jadi teringat mengenai filosofi 5S yang berasal dari Jepang.    Filosofi 5S yaitu sebuah sistem manajemen tempat kerja yang berasal dari Jepang. Filosofi ini tidak hanya diterapkan di industri manufaktur, tetapi juga telah diadopsi di berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, perkantoran, dan bahkan rumah tangga.     5S menjadi terkenal karena kesederhanaannya yang mudah dipahami, tetapi memiliki dampak besar ketika diimplementasikan secara konsisten. Nama "5S" sendiri berasal dari lima istilah dalam bahasa Jepang yang dimulai dengan huruf "S": Seiri (Sort), Seiton (Set in Order), Seiso (Shine), Seiketsu (Standardize), dan Shitsuke (Sustain) Kelima prinsip ini bekerja secara sinergis untuk menciptakan lingkungan kerja yang ...