Menjadi seorang leader/pemimpin sering digambarkan sebagai posisi yang penuh kuasa, kontrol, dan pengaruh. Tapi satu hal yang jarang dibicarakan: kesepian di puncak. Di balik semua peran strategis, keputusan besar, dan pergerakan organisasi, ada ruang kosong yang tak banyak orang tahu: ruang diam seorang leader.
Bagi seorang leader, dalam hal ini untuk dunia korporasi, mereka perlu diam karena beberapa hal berikut:
1. Diam, Tak Bisa Bicara Bebas dengan Team
Tidak semua hal bisa dibicarakan dengan team. Ada rahasia yang harus dijaga. Bukan karena tidak percaya, tapi karena itu tanggung jawab. Seorang leader tahu bahwa membocorkan strategi sebelum waktunya, atau curhat soal tekanan internal, bisa merusak stabilitas team. Maka mulut harus dikunci, dan hati dipendam sendiri.
2. Diam, Keluarga Tak Selalu Paham
Saat pulang ke rumah, seorang leader tetaplah manusia biasa yang butuh pelukan dan kehangatan. Tapi saat ingin berbagi, sering kali muncul kesenjangan. Kompleksitas masalah di level organisasi tak mudah dicerna oleh pasangan atau anak-anak. Bahkan, membicarakannya kadang hanya menambah kebingungan, bukan kedekatan.
3. Diam, Takut Bicara Ke Teman yang Salah
Semakin tinggi posisi seorang leader, semakin kecil lingkaran aman. Akan ada kekuatiran jika curhat bisa disalahartikan, disebarkan, bahkan dimanipulasi. Maka, seorang leader belajar untuk selektif. Sayangnya, selektif kadang berujung pada menghindari hubungan sosial sama sekali.
Tentunya, sebagai leader, perlu dicari solusi yang tepat, sehingga sebagai leader, akan tetap waras, tumbuh, dan terus bergerak.
Saat ini, saya masih seorang leader dalam skala cukup (versi saya) dalam dunia korporasi. Saya sedikit merasakan hal-hal tersebut, dan saya berusaha untuk memperbaiki diri, agar bisa dengan leluasa tetap berbicara secara aktif serta mendapatkan lingkungan yang aman.
Berikut 5 hal yang bisa lakukan untuk menjadi leader yang terhindar dari keharusan untuk diam:
- Temukan jaringan yang setara. Saat ini di Jakarta, bisa ditemukan komunitas jaringan dengan level yang setara. Beruntung, banyak komunitas leadership yang cukup dikenal untuk area Jakarta. Para leader bisa ikut beberapa pertemuan untuk bertemu dengan para leader tersebut, dan mendapatkan teman yang memiliki karakter yang sama. Komunitas jaringan ini akan mempunyai aturan main sendiri yang bisa dipelajari, dan jika cocok, bisa menjadi anggota. Saya ikut satu komunitas dan menurut saya, komunitas ini menjadi ruang untuk tumbuh bagi saya.
- Transparan Secukupnya, Tanpa Kehilangan Kendali. Kepada team, leader bisa belajar untuk tetap jujur kepada team, dengan informasi yang dianggap perlu. Kalimat seperti, “Saya sedang menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, tapi saya percaya kita bisa lewati ini bersama,” lebih manusiawi daripada diam seribu bahasa. Ini membuat para leader bisa tetap terhubung dengan tim, tanpa mengorbankan integritas kepemimpinan. Pastinya, masing-masing leader akan mempunyai karakter sendiri dalam mengelola teamnya.
- Libatkan Keluarga dalam Proses Emosional. Bisa melibatkan pasangan (Suami/Istri) dengan pasangan mengenai perasaan yang terjadi terhadap tantangan yang dihadapi di pekerjaan masing-masing. Saya sendiri masih belajar untuk mulai membagikan rasa lelah, kegelisahan, atau rasa syukur yang saya rasakan setiap hari.
- Investasi pada Diri Sendiri. Leader bisa mengikuti pelatihan-pelatihan (lebih mudah secara online) yang terkait dengan management, leadership dan strategic. Harapannya adalah dengan mengikuti pelatihan-pelatihan tersebut, sebagai leader, akan terbuka untuk ide-ide baru serta mendapatkan solusi untuk menjadi lebih baik.
- Aktif Olahraga. Aktif berolahraga bisa menjadi salah satu solusi untuk melepaskan perasaan galau, stress dan marah yang terjadi saat bekerja. Saat ini saya sedang aktif belajar lari, dengan berlari, saya temukan waktu-waktu dimana saya bisa berpikir dengan jernih, saya bahkan bisa menemukan solusi yang menurut saya sangat baik. Tentunya, masing-masing akan memiliki ketertarikan terhadap olahraga yang berbeda, bisa lari, bersepeda, berenang, dan lainnya.
Bisa disimpulkan, menjadi seorang leader, artinya kita mengejar keunggulan, untuk menjadi diri yang lebih baik, serta bermanfaat bagi banyak orang, minimal terhadap keluarga dan team.
Proses diam sebagai seorang leader, bisa menjadi bagian dari perjalanan karir, dan akan selalu ada solusinya. Tindakan kecil yang konsisten—membangun koneksi, membuka ruang dialog, dan mengelola emosi—adalah bentuk nyata dalam mengejar keunggulan.
Karena pada akhirnya, keunggulan bukan hanya soal hasil, tapi keberanian untuk terus melangkah, meski sendirian.
Semoga bermanfaat!
Komentar
Posting Komentar