Langsung ke konten utama

7 Tindakan Kecil untuk Meningkatkan Resilience

Pernah merasa hidup seperti memberi tantangan terus-menerus tanpa jeda?

Saat beban kerja bertambah, atau masalah pribadi datang bertubi-tubi—banyak dari kita merasa kelelahan secara emosional.

Saya pernah merasakan hal-hal tersebut, dan di saat seperti itu, saya menemukan satu kata yang terus memberi harapan: resilience.

Resilience memberikan arti bukan sekadar bertahan, tapi kemampuan untuk bangkit, belajar, dan berkembang dari kesulitan. Seperti pohon yang tetap berdiri meski diterpa badai.

 

🧠 Apa Itu Resilience dan Mengapa Penting di Masa Kini?

Menurut American Psychological Association (APA), resilience bukan bawaan lahir, melainkan keterampilan yang bisa dipelajari dan dilatih (APA, 2023).

Sementara Mayo Clinic menjelaskan bahwa resilience adalah kemampuan mengelola stres dan emosi agar tetap fokus meskipun dalam tekanan (Mayo Clinic, 2022).

 

Di tengah kondisi sosial dan ekonomi Indonesia saat ini; dari tekanan pekerjaan, biaya hidup, hingga ketidakpastian karier—resilience menjadi modal utama untuk tetap waras, kuat, dan produktif.

 

📊 Manfaat Menjadi Pribadi yang Resilient

Berikut beberapa manfaat yang bisa didapat dengan menjadi resilient:

Manfaat

Penjelasan

Mental Lebih Tangguh

Dapat mengurangi risiko stres berat, depresi, dan kecemasan

Kesehatan Fisik Lebih Baik

Resilient bisa mengurangi efek buruk stres pada tubuh

Produktivitas Naik

Gagal? Resilient membantu kita bangkit lebih cepat

Relasi Sosial Lebih Sehat

Resilient membuat kita tetap tenang saat konflik dan mampu menjalin koneksi lebih kuat

 

🔧 7 Tindakan Kecil untuk Meningkatkan Resilience

1.       Bangun Jaringan Sosial. Jangan hadapi semuanya sendiri. Cerita dan dukungan dari teman, pasangan, atau komunitas memberi kekuatan saat kita nyaris menyerah.

2.       Latih Mindfulness 5 Menit Sehari. Hanya dengan duduk diam dan tarik napas sadar, kita bisa mengembalikan ketenangan dan kejernihan berpikir.

3.       Terima Hidup Penuh Perubahan. Dunia berubah cepat. Resilient bukan melawan arus, tapi menyesuaikan layar kapal agar tetap melaju.

4.       Tetapkan Tujuan Kecil dan Nyata. Tidak perlu muluk-muluk, fokus pada satu langkah setiap hari—lama-lama sampai juga ke tujuan.

5.       Jaga Kesehatan Tubuh, Rawat Jiwa. Tidur cukup, minum air, dan jalan kaki 20 menit. Hal kecil yang dampaknya besar untuk pikiran dan emosi.

6.       Pilih Optimisme yang Realistis. Resilient bukan berarti pura-pura bahagia. Tapi yakin bahwa setiap badai pasti berlalu, dan kita bisa belajar darinya.

7.       Minta Bantuan Tanpa Malu. Jika pikiran mulai kacau dan beban terasa berat, profesional seperti psikolog bisa bantu kita memetakan jalan keluar.

 

Bagaimana dengan saya? Saya pribadi merasa lebih tenang sejak mengenal konsep resilience. Di mulai dari masa Covid, saya merasakan tekanan dalam pekerjaan dan serta kekuatiran dalam karir.

Saya memulai dengan aktif menjaga kesehatan; melakukan olahraga ringan di rumah lebih aktif, membuat target-target kecil, misal; 50-50-50; 50 push-ups, 50 sit-up dan 50 squats. Lalu menerima hidup dan tetap bertindak sebagai praktisi Facility Management dengan aktif mencari ilmu-ilmu baru dari internet, bahkan hingga hari ini, saya melakukan meditasi/mindfulness setiap pagi serta selalu menambah jaringan dengan berkenalan melalui LinkedIn.

Saat ini, saya merasakan bahwa saya menjadi pribadi yang lebih tenang dalam merespon, bukan bereaksi secara emosional serta mampu menghadapi masalah dengan sabar dan terstruktur.

Dengan menerapkan tindakan-tindakan kecil untuk meningkatkan resilience, saya merasakan manfaat untuk diri saya.


Resilience tidak membuat hidup lebih mudah, tapi membuat saya lebih kuat dalam menjalani.

Semoga bermanfaat!


📚 Referensi:

  • American Psychological Association. (2023). Building Your Resilience. https://www.apa.org 
  • Mayo Clinic. (2022). Resilience: Build skills to endure hardship. https://www.mayoclinic.org


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aturan Utama Kehidupan Bahagia: Harapan Rendah dan Bersikap Stoik

Aturan utama kehidupan bahagia adalah harapan rendah. Jika Anda punya harapan tidak realistis, Anda akan merana sepanjang hidup. Anda sebaiknya punya harapan yang masuk akal Dan menerima hasil-hasil dalam hidup, baik Dan buruk, sebagaimana adanya dengan bersikap stoik. Charlie Munger, 98 tahun.    Kehidupan bahagia sering kali dianggap sebagai tujuan utama setiap individu dan secara umum, kita merasa bahagia jika mengalami hal-hal berikut:  1. Kebebasan Financial. 2. Kesehatan. 3. Hubungan yang sehat. 4. Keseimbangan hidup. 5. Ketenangan batin. Kebahagiaan tersebut bisa dicapai jika:  - Kita memiliki harapan yang masuk akal dan menerima segala hasil dalam hidup, baik itu baik maupun buruk, kita dapat menjalani hidup dengan lebih tenang dan bahagia.  - Sebaiknya, harapan yang tidak realistis hanya akan membawa penderitaan sepanjang hidup. T Tentunya untuk mencapai kebahagiaan tersebut wajib untuk diusahakan , sebagai contoh adalah: 1. Kebebasan Finansial: membu...

2 Cara Meningkatkan Manajemen Waktu untuk Mengembangkan Diri

Merasa sudah pakai to-do list, pasang reminder, tapi tetap aja hari terasa sibuk tanpa hasil? Mungkin yang kamu butuhkan bukan teknik baru—tapi kesadaran diri dan refleksi. Manajemen waktu sering diasosiasikan dengan alat bantu seperti to-do list, aplikasi produktivitas, atau teknik seperti Pomodoro. Namun, satu aspek yang sering diabaikan—padahal sangat fundamental—adalah self-awareness (kesadaran diri) dan refleksi diri. Tanpa dua hal ini, strategi dan alat terbaik sekalipun akan sulit memberikan hasil optimal.   Mengelola waktu bukan sekadar soal mengisi agenda, tapi tentang mengenal diri sendiri: apa yang penting bagimu, kapan kamu paling produktif, serta apa saja kebiasaan yang justru menyabotase waktumu.   1)       Mengenal Diri untuk Mengelola Waktu (Self-awareness). Self-awareness adalah kemampuan untuk memahami pola pikir, emosi, dan kebiasaan diri sendiri. Dalam konteks manajemen waktu, ini berarti kamu sadar: Kapan kamu palin...

Mengenal Filosofi 5S: Fondasi Efisiensi dan Produktivitas ala Jepang

Di bulan April 2025 kemarin, saya baru mendapatkan kesempatan mengunjungi Jepang di tiga kota: Tokyo, Osaka dan Kyoto. Hal yang sangat menarik perhatikan saya utamanya adalah kota-kota tersebut luar biasa bersih. Lalu, saya jadi teringat mengenai filosofi 5S yang berasal dari Jepang.    Filosofi 5S yaitu sebuah sistem manajemen tempat kerja yang berasal dari Jepang. Filosofi ini tidak hanya diterapkan di industri manufaktur, tetapi juga telah diadopsi di berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, perkantoran, dan bahkan rumah tangga.     5S menjadi terkenal karena kesederhanaannya yang mudah dipahami, tetapi memiliki dampak besar ketika diimplementasikan secara konsisten. Nama "5S" sendiri berasal dari lima istilah dalam bahasa Jepang yang dimulai dengan huruf "S": Seiri (Sort), Seiton (Set in Order), Seiso (Shine), Seiketsu (Standardize), dan Shitsuke (Sustain) Kelima prinsip ini bekerja secara sinergis untuk menciptakan lingkungan kerja yang ...