Langsung ke konten utama

3 Strategi Menjaga Kinerja dan Mental di Bawah Atasan yang Suka Menyalahkan

Ini adalah materi yang menarik karena umumnya para atasan/manager memiliki sikap seperti ini; blaming mindset. Tulisan ini menjadi pembelajaran juga untuk saya agar menjadi lebih baik. 

 

Dalam dunia kerja, kita tidak bisa memilih atasan kita, jika beruntung, kita akan mendapatkan manager yang benar-benar mengerti apa yang dikerjakan dan mau meluangkan waktu untuk mengembangkan team serta menjadi kita selaku team/bawahan sebagai partner kerja. Jika kita mendapatkan manager yang bermasalah, maka kita perlu memiliki strategi dalam menghadapinya. Salah satunya jika kita terpaksa bekerja dengan atasan yang memiliki blaming mindset—yang selalu mencari kambing hitam saat ada masalah—bisa sangat melelahkan. Lingkungan kerja menjadi toxic, penuh kecemasan, dan kreativitas terhambat. Kita mungkin merasa tidak berdaya, tetapi ada cara strategis untuk menghadapinya tanpa mengorbankan posisi atau kesehatan mental Anda.

 

Ketika manager fokus pada menyalahkan individu daripada menyelesaikan masalah, dampaknya langsung terasa:

- Stres dan Kecemasan: kita dan rekan kerja terus waspada, takut menjadi sasaran kesalahan berikutnya.

- Komunikasi Tertutup: Tidak ada yang berani mengungkapkan masalah atau ide baru karena takut disalahkan jika gagal.

- Kinerja Menurun: Energi yang seharusnya untuk bekerja produktif teralihkan untuk melindungi diri sendiri (CYA - Cover Your Ass).

 

Menghadapi atasan seperti ini memerlukan pendekatan yang cerdas dan diplomatis. Fokusnya adalah mengelola persepsi dan komunikasi kita. Berikut 3 strategi untuk menghadapinya: 


1. Dokumentasi adalah Senjata Kita: Jadilah proaktif dalam mendokumentasikan pekerjaan. Kirimkan email rangkuman setelah rapat, catat keputusan, dan simpan bukti persetujuan. Ketika masalah muncul, Kita memiliki data faktual, bukan sekadar opini. Ini mengubah dinamika dari debat "siapa yang salah" menjadi diskusi berbasis fakta. Dokumentasi termasuk dengan membuatkan email “negative confirmation” untuk menuliskan informasi yang telah disetujui secara verbal dalam bentuk email. Dokumen ini perlu disimpan dan digunakan sebagai data terkait persetujuan secara verbal tersebut.


2. Teknik Reframing dengan "Solusi Cepat": Alih-alih terjebak dalam pembahasan tentang kesalahan, segera alihkan percakapan ke tindakan perbaikan. Katakan, "Saya memahami ada masalah di sini. Untuk mengatasi dampaknya segera, saya sudah menyiapkan tiga langkah perbaikan. Boleh saya jelaskan?" Pendekatan ini menggeser fokus dari masa lalu (menyalahkan) ke masa depan (memperbaiki).


3. Ajukan Opsi, Bukan Pertanyaan: Daripada meminta arahan yang mungkin berujung pada kesalahan baru, presentasikan pilihan solusi yang sudah Kita siapkan. Misalnya, "Untuk mengatasi kendala ini, saya identifikasi dua opsi: A yang lebih cepat tetapi butuh persetujuan tambahan, atau B yang lebih mandiri tetapi butuh waktu lebih. Saya merekomendasikan opsi B karena alasan X dan Y." Ini menunjukkan inisiatif dan meminimalkan ruang untuk penyalahan.

 

Menghadapi manager yang suka menyalahkan memang penuh tantangan. Kunci utamanya adalah:

· Lindungi diri dengan dokumentasi yang solid dan komunikasi tertulis.

· Kendalikan narasi dengan langsung menawarkan solusi praktis.

· Ambil inisiatif dengan menyajikan opsi-opsi tindakan yang jelas.

Dengan pendekatan ini, kita memposisikan diri sebagai problem solver, bukan sumber masalah, sekaligus mengurangi peluang untuk menjadi target penyalahan.

 

Tentunya, meyakinkan secara sadar, bahwa kita sudah melakukan yang terbaik dalam bekerja, dan kondisi manager ini adalah dalam dunia professional kita, TIDAK untuk dimasukkan kedalam hati, pikiran, bahkan mengganggu perasaan, karena kita tetap memerlukan kesehatan fisik dan mental dalam bekerja.  Saya pribadi akan berusaha untuk menyaring informasi dari manager toxic ini agar tidak menjadi “manager toxic lainnya” dengan melakukan hal yang sama kepada team saya.
 

Semoga Bermanfaat  


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aturan Utama Kehidupan Bahagia: Harapan Rendah dan Bersikap Stoik

Aturan utama kehidupan bahagia adalah harapan rendah. Jika Anda punya harapan tidak realistis, Anda akan merana sepanjang hidup. Anda sebaiknya punya harapan yang masuk akal Dan menerima hasil-hasil dalam hidup, baik Dan buruk, sebagaimana adanya dengan bersikap stoik. Charlie Munger, 98 tahun.    Kehidupan bahagia sering kali dianggap sebagai tujuan utama setiap individu dan secara umum, kita merasa bahagia jika mengalami hal-hal berikut:  1. Kebebasan Financial. 2. Kesehatan. 3. Hubungan yang sehat. 4. Keseimbangan hidup. 5. Ketenangan batin. Kebahagiaan tersebut bisa dicapai jika:  - Kita memiliki harapan yang masuk akal dan menerima segala hasil dalam hidup, baik itu baik maupun buruk, kita dapat menjalani hidup dengan lebih tenang dan bahagia.  - Sebaiknya, harapan yang tidak realistis hanya akan membawa penderitaan sepanjang hidup. T Tentunya untuk mencapai kebahagiaan tersebut wajib untuk diusahakan , sebagai contoh adalah: 1. Kebebasan Finansial: membu...

2 Cara Meningkatkan Manajemen Waktu untuk Mengembangkan Diri

Merasa sudah pakai to-do list, pasang reminder, tapi tetap aja hari terasa sibuk tanpa hasil? Mungkin yang kamu butuhkan bukan teknik baru—tapi kesadaran diri dan refleksi. Manajemen waktu sering diasosiasikan dengan alat bantu seperti to-do list, aplikasi produktivitas, atau teknik seperti Pomodoro. Namun, satu aspek yang sering diabaikan—padahal sangat fundamental—adalah self-awareness (kesadaran diri) dan refleksi diri. Tanpa dua hal ini, strategi dan alat terbaik sekalipun akan sulit memberikan hasil optimal.   Mengelola waktu bukan sekadar soal mengisi agenda, tapi tentang mengenal diri sendiri: apa yang penting bagimu, kapan kamu paling produktif, serta apa saja kebiasaan yang justru menyabotase waktumu.   1)       Mengenal Diri untuk Mengelola Waktu (Self-awareness). Self-awareness adalah kemampuan untuk memahami pola pikir, emosi, dan kebiasaan diri sendiri. Dalam konteks manajemen waktu, ini berarti kamu sadar: Kapan kamu palin...

Mengenal Filosofi 5S: Fondasi Efisiensi dan Produktivitas ala Jepang

Di bulan April 2025 kemarin, saya baru mendapatkan kesempatan mengunjungi Jepang di tiga kota: Tokyo, Osaka dan Kyoto. Hal yang sangat menarik perhatikan saya utamanya adalah kota-kota tersebut luar biasa bersih. Lalu, saya jadi teringat mengenai filosofi 5S yang berasal dari Jepang.    Filosofi 5S yaitu sebuah sistem manajemen tempat kerja yang berasal dari Jepang. Filosofi ini tidak hanya diterapkan di industri manufaktur, tetapi juga telah diadopsi di berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, perkantoran, dan bahkan rumah tangga.     5S menjadi terkenal karena kesederhanaannya yang mudah dipahami, tetapi memiliki dampak besar ketika diimplementasikan secara konsisten. Nama "5S" sendiri berasal dari lima istilah dalam bahasa Jepang yang dimulai dengan huruf "S": Seiri (Sort), Seiton (Set in Order), Seiso (Shine), Seiketsu (Standardize), dan Shitsuke (Sustain) Kelima prinsip ini bekerja secara sinergis untuk menciptakan lingkungan kerja yang ...