Langsung ke konten utama

2 Sikap Optimis atau Pesimis: Hasil Sama dengan Pengalaman Berbeda


Dalam menghadapi masalah setiap hari, akan ada dua sikap dari seseorang, optimis atau pesimis. Pastinya, dua sikap ini akan dimiliki oleh banyak orang dalam menghadapi berbagai hal setiap harinya. Keduanya kerap dikaitkan langsung dengan kesuksesan atau kegagalan. Banyak orang percaya bahwa optimis pasti sukses, sementara pesimis pasti gagal. 

Ternyata, pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Menurut buku Mind Power Skills, ditulis oleh James Borg yang baru saya baca, baik orang yang optimis maupun pesimis bisa saja mencapai hasil akhir yang sama. Seorang pesimis bisa berhasil menyelesaikan proyek, memenangkan kompetisi, atau meraih posisi penting dalam kariernya. Sebaliknya, seorang optimis pun bisa mengalami kegagalan, meski ia penuh semangat dan berpikir positif.

James dalam bukunya, menuliskan "Menjadi orang yang pesimis atau pun optimis tidak akan mempengaruhi hasil. Namun orang yang optimis akan memiliki pengalaman hidup yang lebih baik"
Saya setuju sekali, karena dalam sehari-hari, jika kita sebagai orang optimis menghadapi masalah, dengan risiko yang sama, akan memiliki sudut pandang berbeda dengan orang pesimis. Orang optimis melihat tantangan sebagai bagian dari proses pembelajaran, bukan ancaman. Itulah sebabnya, perjalanan yang dijalani terasa lebih ringan dan bahkan menyenangkan. 
Sedangkan orang pesimis cenderung menjalani hidup dengan penuh beban mental, rasa cemas, dan fokus pada hal-hal buruk yang bisa saja terjadi. Proses yang mereka lalui terasa berat, meskipun hasil akhirnya mungkin baik.
Dengan kata lain, masalah utamanya bukanlah sukses atau gagal, tetapi bagaimana kita merasakan pengalaman menuju ke sana.

Dalam buku ini, James Borg menjelaskan bahwa pikiran manusia memiliki kekuatan besar untuk membentuk pengalaman hidup. Cara kita berpikir menentukan bagaimana kita memberi makna pada setiap peristiwa, bagaimana kita merespons tantangan, dan bagaimana kita menikmati hasil dari usaha kita.

Berikut penggambaran sikap optimis dan pesimis dalam menghadapi masalah: 

Optimis: Menjalani Proses dengan Ringan
Orang optimis justru menempatkan fokus pada peluang yang bisa diraih. Mereka tetap menyadari adanya risiko, tetapi memilih untuk melihat tantangan sebagai kesempatan belajar. Dalam menjalani perjalanan yang sama, mereka lebih santai, bersemangat, dan mampu menjaga hubungan baik dengan orang lain. Hal ini membuat pengalaman hidup terasa lebih ringan, bahkan menyenangkan.
Optimisme tidak selalu mengubah hasil akhir, tetapi sangat berpengaruh terhadap kualitas pengalaman hidup.

Pesimis: Hidup dengan Beban Mental
Orang pesimis cenderung fokus pada kemungkinan terburuk. Mereka terlalu sibuk membayangkan kegagalan, penilaian negatif dari orang lain, atau hambatan yang sulit diatasi. Walaupun akhirnya berhasil menyelesaikan tugas atau meraih tujuan, pengalaman yang mereka lalui penuh tekanan. Energi banyak terkuras hanya untuk mengatasi kecemasan, bukan untuk menikmati proses.

Hasil Akhir Bisa Sama, Pengalaman Berbeda
Perbedaan utama optimis dan pesimis tidak terletak pada hasil, melainkan pada kualitas perjalanan. Seorang pesimis dan optimis bisa sama-sama berhasil atau sama-sama gagal. Namun, optimis akan memiliki kenangan yang lebih positif, hubungan sosial yang lebih sehat, dan tingkat stres yang lebih rendah.

Yang menurut saya menarik adalah: optimisme bukan jaminan kesuksesan, tetapi jaminan pengalaman hidup yang lebih baik.

Secara umum, bisa disimpulkan bahwa optimis atau pesimis tidak serta-merta menentukan hasil akhir dari usaha yang kita lakukan. Seorang optimis bisa gagal, begitu juga seorang pesimis bisa sukses. 

Namun, perbedaan besar terletak pada bagaimana perjalanan hidup dijalani.
  • Optimis: tetap menghadapi risiko, tetapi dengan semangat positif, menikmati perjalanan, serta membangun energi yang menular pada orang lain.
  • Pesimis: menjalani hidup penuh rasa khawatir, mudah lelah secara mental, dan jarang menikmati proses.

James Borg dalam bukunya juga menekankan bahwa mind power adalah kemampuan mengendalikan pikiran untuk menciptakan pengalaman yang lebih berkualitas. Optimisme adalah salah satu keterampilan pikiran yang dapat membuat kita menjalani hidup dengan lebih bermakna.

Pada akhirnya, pertanyaan penting bukanlah apakah optimisme menjamin kesuksesan, melainkan apakah kita ingin menjalani hidup dengan ringan dan bahagia, atau dengan penuh beban dan kecemasan. Optimisme adalah pilihan yang tidak selalu mengubah hasil, tetapi pasti memperbaiki cara kita menikmati perjalanan hidup.

Semoga Bermanfaat


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aturan Utama Kehidupan Bahagia: Harapan Rendah dan Bersikap Stoik

Aturan utama kehidupan bahagia adalah harapan rendah. Jika Anda punya harapan tidak realistis, Anda akan merana sepanjang hidup. Anda sebaiknya punya harapan yang masuk akal Dan menerima hasil-hasil dalam hidup, baik Dan buruk, sebagaimana adanya dengan bersikap stoik. Charlie Munger, 98 tahun.    Kehidupan bahagia sering kali dianggap sebagai tujuan utama setiap individu dan secara umum, kita merasa bahagia jika mengalami hal-hal berikut:  1. Kebebasan Financial. 2. Kesehatan. 3. Hubungan yang sehat. 4. Keseimbangan hidup. 5. Ketenangan batin. Kebahagiaan tersebut bisa dicapai jika:  - Kita memiliki harapan yang masuk akal dan menerima segala hasil dalam hidup, baik itu baik maupun buruk, kita dapat menjalani hidup dengan lebih tenang dan bahagia.  - Sebaiknya, harapan yang tidak realistis hanya akan membawa penderitaan sepanjang hidup. T Tentunya untuk mencapai kebahagiaan tersebut wajib untuk diusahakan , sebagai contoh adalah: 1. Kebebasan Finansial: membu...

2 Cara Meningkatkan Manajemen Waktu untuk Mengembangkan Diri

Merasa sudah pakai to-do list, pasang reminder, tapi tetap aja hari terasa sibuk tanpa hasil? Mungkin yang kamu butuhkan bukan teknik baru—tapi kesadaran diri dan refleksi. Manajemen waktu sering diasosiasikan dengan alat bantu seperti to-do list, aplikasi produktivitas, atau teknik seperti Pomodoro. Namun, satu aspek yang sering diabaikan—padahal sangat fundamental—adalah self-awareness (kesadaran diri) dan refleksi diri. Tanpa dua hal ini, strategi dan alat terbaik sekalipun akan sulit memberikan hasil optimal.   Mengelola waktu bukan sekadar soal mengisi agenda, tapi tentang mengenal diri sendiri: apa yang penting bagimu, kapan kamu paling produktif, serta apa saja kebiasaan yang justru menyabotase waktumu.   1)       Mengenal Diri untuk Mengelola Waktu (Self-awareness). Self-awareness adalah kemampuan untuk memahami pola pikir, emosi, dan kebiasaan diri sendiri. Dalam konteks manajemen waktu, ini berarti kamu sadar: Kapan kamu palin...

Mengenal Filosofi 5S: Fondasi Efisiensi dan Produktivitas ala Jepang

Di bulan April 2025 kemarin, saya baru mendapatkan kesempatan mengunjungi Jepang di tiga kota: Tokyo, Osaka dan Kyoto. Hal yang sangat menarik perhatikan saya utamanya adalah kota-kota tersebut luar biasa bersih. Lalu, saya jadi teringat mengenai filosofi 5S yang berasal dari Jepang.    Filosofi 5S yaitu sebuah sistem manajemen tempat kerja yang berasal dari Jepang. Filosofi ini tidak hanya diterapkan di industri manufaktur, tetapi juga telah diadopsi di berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, perkantoran, dan bahkan rumah tangga.     5S menjadi terkenal karena kesederhanaannya yang mudah dipahami, tetapi memiliki dampak besar ketika diimplementasikan secara konsisten. Nama "5S" sendiri berasal dari lima istilah dalam bahasa Jepang yang dimulai dengan huruf "S": Seiri (Sort), Seiton (Set in Order), Seiso (Shine), Seiketsu (Standardize), dan Shitsuke (Sustain) Kelima prinsip ini bekerja secara sinergis untuk menciptakan lingkungan kerja yang ...